Sekedar
cerita, ketika pacar tak lagi menjadi kekasih semua memang berbeda.
Tapi entah
kenapa aku, aku orang yang telah memutuskannya
tetap merasakan hal seperti ini. Aku yang punya keputusan, aku juga yang
selalu berkata aku tak ingin kembali. Entah dan entah kenapa rasa ini tak mau
lari.
Waktu itu,
sore, ya sore sekali. Matahari sepertinya sudah letih menyinari bumi dan ingin
segera beristirahat. Aku yang masih berbaring di tempat tidur dengan berlumuran
keringat disekujur tubuhku mencoba membuka mata yang terikat rasa ngantuk. Sepertinya mimpi buruk baru saja
menghampiriku. Ya Allah aku bersyukur aku masih bisa bernafas kembali. Tanganku
meraba handphone yang berada di sampingku. Padahal aku tau pasti takkan ada sms
lagi seperti waktu dulu ketika aku masih memiliki kekasih yang tak henti-hentinya
mengirimiku banyak perhatian. But, kali ini aku salah, ada dua buah sms yang
menghampiri ponselku.
“Na” sms
pertama
“Na... L” sms selanjutnya pun ku baca.
Dua kali dia
(mantan kekasihku) menghubungiku.
Setelah cuci muka dan shalat asyar akupun tancap gas menuju rumah
sahabat yang rumahnya tak jauh dari rumahku, mungkin hanya 100meter saja.
“assalamualaikum”
sapaku kepada mereka.
Dia
menyambutku dengan senyuman yang hangat. Tak terasa bibirku turut tersenyum
melihatnya. “eh, hari ini dia cakep” Hati kecilku berharap aku akan bisa
seperti dulu lagi, bercanda dan tertawa bersama.
Tapi,
sepertinya hati kecilku keliru. Loh dia sedang apa? Didepan sebuah layar
laptop. Yah.. dia sedang sibuk urusin laptop sahabatku. Melirikku saja enggak,
apalagi mengajak gurau. Dia asyik dengan sahabatku menjelaskan entah apa ,aku
tak tau dan gak mau tau. Diam sendiri dan tak jarang meliriknya. Kenapa
denganku? Loh, cemburukah aku? Irikah? Hoe.. gak pantas banget. Mungkinkah aku
tetap ingin menjadi sosok yang spesial dihatinya? Loh, ini keputusanku sendiri,
kenapa aku masih berharap kayak gitu. Berani ambil keputusan juga harus berani
ambil resikonya donk!
Sekitar 45
menit aku berdiam diri, dan sabar ini mulai lelah. Loh, bahkan adzan maghrib
sudah berkumandang. Aku benar-benar ilfil
dengan mereka semua. Egoku memang
takkan pernah hilang walau aku selalu berusaha menghilangkannya. Aku pamit
pulang dengan penuh kekecewaan. Sumpah bener-bener kecewa banget. Walau dia
mencegahku, dia tak punya alasan yang kuat untuk mencegahku agar tetap duduk
disampingnya. Sakit banget, buat apa tadi nyuruh-nyuruh aku dateng kesini, toh
aku hanya berdiam diri. Aku belain gak mandi, katanya kamu ingin melihatku
natural seperti dulu waktu kamu kerumahku pas aku bangun tidur. Aku belain juga
belum bersih-bersih rumah, bantu ayah ibu. Sampai sekarangpun aku masih selalu
nurut sama semua perintahmu. Tapi hasilnya ternyata mengecewakan.
“nyapo
pengen ketemu aku lak gur pengen gawe aku pegel, aku duwe perasaan masio
awakdewe wes dadi mantan !”
duuh, jadi miris bacanya. mungkin ada yg mau dia sampaikan tapi ragu-ragu, jadinya malah timbul kesan seolah mengacuhkan. tetep semangat ya ^^
BalasHapushehe,, tapi caranya yang membuat hati ini terasa sakit mbak, hehe
BalasHapusthanks supportnya :)