Minggu, 27 Januari 2013

Kenapa diundang kalau ternyata diacuhkan??


Sekedar cerita, ketika pacar tak lagi menjadi kekasih semua memang berbeda.
Tapi entah kenapa aku, aku orang yang telah memutuskannya  tetap merasakan hal seperti ini. Aku yang punya keputusan, aku juga yang selalu berkata aku tak ingin kembali. Entah dan entah kenapa rasa ini tak mau lari.
Waktu itu, sore, ya sore sekali. Matahari sepertinya sudah letih menyinari bumi dan ingin segera beristirahat. Aku yang masih berbaring di tempat tidur dengan berlumuran keringat disekujur tubuhku mencoba membuka mata yang terikat rasa ngantuk.  Sepertinya mimpi buruk baru saja menghampiriku. Ya Allah aku bersyukur aku masih bisa bernafas kembali. Tanganku meraba handphone yang berada di sampingku. Padahal aku tau pasti takkan ada sms lagi seperti waktu dulu ketika aku masih memiliki kekasih yang tak henti-hentinya mengirimiku banyak perhatian. But, kali ini aku salah, ada dua buah sms yang menghampiri ponselku.
“Na” sms pertama
“Na... L” sms selanjutnya pun ku baca.
Dua kali dia (mantan kekasihku) menghubungiku.  Setelah cuci muka dan shalat asyar akupun tancap gas menuju rumah sahabat yang rumahnya tak jauh dari rumahku, mungkin hanya 100meter saja.

“assalamualaikum” sapaku kepada mereka.
Dia menyambutku dengan senyuman yang hangat. Tak terasa bibirku turut tersenyum melihatnya. “eh, hari ini dia cakep” Hati kecilku berharap aku akan bisa seperti dulu lagi, bercanda dan tertawa bersama.
Tapi, sepertinya hati kecilku keliru. Loh dia sedang apa? Didepan sebuah layar laptop. Yah.. dia sedang sibuk urusin laptop sahabatku. Melirikku saja enggak, apalagi mengajak gurau. Dia asyik dengan sahabatku menjelaskan entah apa ,aku tak tau dan gak mau tau. Diam sendiri dan tak jarang meliriknya. Kenapa denganku? Loh, cemburukah aku? Irikah? Hoe.. gak pantas banget. Mungkinkah aku tetap ingin menjadi sosok yang spesial dihatinya? Loh, ini keputusanku sendiri, kenapa aku masih berharap kayak gitu. Berani ambil keputusan juga harus berani ambil resikonya donk!
Sekitar 45 menit aku berdiam diri, dan sabar ini mulai lelah. Loh, bahkan adzan maghrib sudah berkumandang. Aku benar-benar ilfil  dengan mereka semua. Egoku memang takkan pernah hilang walau aku selalu berusaha menghilangkannya. Aku pamit pulang dengan penuh kekecewaan. Sumpah bener-bener kecewa banget. Walau dia mencegahku, dia tak punya alasan yang kuat untuk mencegahku agar tetap duduk disampingnya. Sakit banget, buat apa tadi nyuruh-nyuruh aku dateng kesini, toh aku hanya berdiam diri. Aku belain gak mandi, katanya kamu ingin melihatku natural seperti dulu waktu kamu kerumahku pas aku bangun tidur. Aku belain juga belum bersih-bersih rumah, bantu ayah ibu. Sampai sekarangpun aku masih selalu nurut sama semua perintahmu. Tapi hasilnya ternyata mengecewakan.
“nyapo pengen ketemu aku lak gur pengen gawe aku pegel, aku duwe perasaan masio awakdewe wes dadi mantan !”

2 komentar:

  1. duuh, jadi miris bacanya. mungkin ada yg mau dia sampaikan tapi ragu-ragu, jadinya malah timbul kesan seolah mengacuhkan. tetep semangat ya ^^

    BalasHapus
  2. hehe,, tapi caranya yang membuat hati ini terasa sakit mbak, hehe
    thanks supportnya :)

    BalasHapus